Kebaikan Diri Kita Adalah Milik Kita Sendiri
Sumber Foto: id.pngtree
Al-Insanu Mahalul Khoto Wan Nisyan, “manusia adalah tempatnya salah dan lupa.” Kutipan yang sangat familiar tersebut merupakan salah satu hasil dalam roda kehidupan. Dalam menjalani kehidupan sosial, kita tentu seringkali melakukan kesalahan, baik yang tidak kita sadari atau bahkan kita sadari. Pasca kita melakukan kesalahan proses yang terjadi selanjutnya adalah bagaimana kita menyelesaikan kesalahan itu. Salah satu jalan keluar yang paling mudah dilakukan adalah meminta maaf. Meminta maaf tentu bukan sebatas sarana untuk menyelesaikan masalah belaka. Kekuatan mental, ketabahan hati, keikhlasan jiwa, dan kerjernihan fikiran tentu sangat perlu kita latih ketika hendak meminta maaf.
Mana yang lebih mudah, meminta maaf atau memberi maaf? bisa jadi keduanya itu tidak mudah. Ada orang yang enggan untuk meminta maaf, padahal ia sadar bahwa dirinya itu salah. Bisa saja karena menjaga gengsi, ketika ia meminta maaf malah merasa direndahkan, merasa kehilangan harga diri ketika ia meminta maaf kepada orang lain. Padahal ketika ia meminta maaf itu merupakan pertanda bahwa dirinya merupakan pribadi yang bertanggung jawab dan pemberani. Dengan meminta maaf kita bisa menjadi pribadi yang utuh dan bukan sebaliknya.
Selain itu, ketidaksiapan kita untuk meminta maaf bisa juga karena rasa takut akan tidak dimaafkan. Hal tersebut tumbuh karena ketika kita meminta maaf, fokus kita hanya pada respon orang lain. Padahal, ketika kita meminta maaf kita harus lebih fokus kepada diri kita sendiri. Kita sudah bersalah, menyakitinya, kita wajib untuk meminta maaf dengan ikhlas dan tulus. Orang lain memaafkan atau tidak itu bukan urusan kita, biarlah menjadi urusannya dengan Tuhannya. Fokus pada diri kita, pahamilah bahwa kebahagiaan berasal dari diri kita sendiri tanpa perlu membuktikan bahwa kita lebih baik dan lebih bahagia dari orang lain.
Apa keuntungan kita tidak memaafkan orang lain? Tidak ada satupun. Jika dengan tidak memaafkan orang lain kita sudah merasa berhasil membalaskan dendam kepada orang yang telah menyakiti kita, sungguh itu merupakan kesalahan yang fatal. Malah justru ketika kita melakukan hal demikian, kita akan merasa dihantui orang yang tidak kita maafkan, di sisi lain mereka sedang merasakan kebahagiaan karena beban salahnya sudah ditebus dengan meminta maaf.
Misalkan saja, ketika anda punya salah terhadap saya dan saya memutuskan untuk tidak memaafkan anda, siapa disini yang paling sengsara? Jelas saya. Mungkin anda hanya merasa tidak enak karena sudah menyakiti saya dan juga merasa bersalah. Namun saya ? Justru merasa kefikiran, dihantui, malah bisa jadi setiap hari memikirkan anda yang belum saya maafkan. Anda mungkin sedang behagia dengan keluarga anda sedangkan saya terus merasa tersiksa setiap kali melihat kebahagiaan anda.
Kebahagian bukan dicari, ketika kita sulit untuk menemukan kebahagiaan buatlah kebahagian menurut versi kita sendiri. Ada pepatah singkat yang ditulis oleh Ajahn Brahm dalam beberapa bukunya, “Jangan biarkan orang lain merebut kebahagiaanmu.” Dalam pepatah tersebut kita harus memahami bahwa kebahagiaan itu berasal dari hati yang baik. Oleh karena itu sebelum kebahagiaan kita direbut orang lain jangan biarkan orang lain merebut kebaikan hati kita.
Bayangkan ketika kita berada dalam posisi seperti ini, kita sedang berada di sebuah warung toko, penjual langsung menampakan wajah yang ketus, judes, antusias, kata-katanya keras dan kasar. Bagaimana respon kita setelah itu? Mungkin kita juga akan melakukan demikian, berkata kasar dan langsung meninggalkan toko tanpa mengucapkan terimakasih.
Padahal sebelumnya mungkin kita merupakan pribadi yang sopan, ramah, baik, murah senyum. Namun, setelah bertemu dengan orang itu spontan kita telah kehilangan sifat-sifat baik kita. Sungguh sangat disayangkan, bukankah ketika kita seperti itu orang lain telah merebut kebaikan hati kita? bukankah ketika kita seperti itu hati kita telah menjadi lebih buruk karena orang lain? bukankah sama halnya kita merestui orang lain memperburuk perilaku kita?
Wallahu A’lam….
Oleh: Sedulur Asy'ari Mughni
Komentar
Posting Komentar